Friday, November 24, 2017

2016/2017: catatan laba n penjualan MYOR


JAKARTA, KOMPAS.com — Beberapa produk makanan dan minuman asal Indonesia sudah diekspor ke berbagai belahan dunia. Bahkan, produk permen kopi Kopiko sudah dikonsumsi para astronot di luar angkasa.

Sebuah foto yang beredar di internet menunjukkan para astronot yang bertugas di International Space Station merayakan Hari Thanksgiving dengan menyantap berbagai hidangan. Salah satu yang terlihat adalah permen Kopiko yang diproduksi PT Mayora Indah Tbk.

Menanggapi hal tersebut, Corporate Secretary Mayora Indah Yuni Gunawan menyatakan, produk makanan dan minuman produksi perseroan sudah diekspor ke seluruh dunia. Ini tentu tak terkecuali permen Kopiko.

"Kopiko sudah dipasarkan ke hampir seluruh negara di dunia," kata Yuni kepada Kompas.com, Jumat (24/11/2017).

Baca juga: Kisah Ahmad Mu'tamir, Petani Kentang dengan Omzet Ratusan Juta Rupiah


Yuni menyebutkan, produk lainnya pun sudah dipasarkan ke seluruh dunia. Produk tersebut baik yang menggunakan nama yang sama dengan yang dipasarkan di Indonesia maupun yang menggunakan nama dagang lain.

Menurut Yuni, produk makanan dan minuman yang diproduksi Mayora pun terus menunjukkan peningkatan ekspor. Hingga saat ini, produk yang diekspor sudah hampir mencapai lebih dari 40 persen dari total penjualan.

"Produk Mayora sudah diekspor ke lima benua di dunia," ujar Yuni.

Merujuk laporan keuangan Mayora, pendapatan ekspor Mayora di Asia saja mencapai Rp 8 triliun pada tahun 2016. Angka ini meningkat dibandingkan pada tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp 7 triliun.

Adapun secara keseluruhan, penjualan Mayora pada tahun 2016 mencapai Rp 18,3 triliun. Angka ini meningkat pula dibandingkan pada tahun 2015 yang mencapai Rp 14,8 triliun.


🐠
JAKARTA KONTAN. Pada separuh pertama tahun ini, emiten consumer goodsmembukukan pendapatan yang terdorong akibat Idul Fitri. Salah satunya PT Mayora Indah Tbk (MYOR) yang membukukan kenaikan penjualan 23,11% menjadi Rp 9,27 triliun, dibandingkan periode sama tahun lalu, sekitar Rp 7,53 triliun.
Jennifer Natalia Widjaja, analis Ciptadana Securities, mencatat, laba bersih MYOR semester pertama menurun 0,4% menjadi Rp 591,99 miliar dari Rp 593,96 miliar. "Laba bersih MYOR ini hanya 44% dari estimasi laba sepanjang 2016, terutama karena kerugian kurs akibat penguatan rupiah," ungkap Jennifer dalam riset pada Senin (1/8).
Ia menambahkan, jika menghapus kerugian kurs mata uang, laba bersih MYOR akan naik 52% secara tahunan. Ini didukung oleh kuatnya pertumbuhan pendapatan.
Menurut Jennifer, pendapatan perseroan sepanjang semester pertama lalu mencapai 56% dari estimasi pendapatan tahunan. Pasar domestik menopang pendapatan produsen biskuit ini sepanjang enam bulan pertama. Penjualan domestik melonjak 34% ke Rp 5,34 triliun jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, sekitar Rp 3,99 triliun.
Porsi penjualan domestik ini mencapai 57,54% dari total pendapatan, naik dari 52,92% pada semester pertama tahun lalu. Peningkatan pendapatan domestik ini sejalan dengan meningkatnya kepercayaan dan pola konsumtif konsumen, "Yang meningkat akibat adanya Idul Fitri," katanya.
Sebelumnya, manajemen MYOR merevisi target pertumbuhan pendapatan tahun ini dari 13%-15% menjadi 11%. Dengan pendapatan Rp 14,82 triliun tahun lalu, artinya pendapatan MYOR akan mencapai Rp 16,45 triliun tahun ini.
MYOR tak berencana mengerek harga jual produk sepanjang tahun ini, tapi berniat memperluas pangsa pasar. Ciptadana menurunkan target pendapatan MYOR tahun ini menjadi Rp 16,49 triliun dengan laba bersih Rp 1,20 triliun. Target laba ini lebih kecil ketimbang realisasi laba tahun lalu Rp 1,22 triliun.
Analis Minna Padi Investama Frederik Rasali mengatakan, persentase beban pokok penjualan terhadap pendapatan MYOR naik dari 71,48% menjadi 72,74%. Pendapatan juga menurun dari Rp 4,6 triliun di kuartal I menjadi Rp 4,5 triliun di kuartal II.
Penurunan penjualan kuartalan ini terseret oleh penurunan penjualan ekspor yang mencapai 14%. Margin laba bersih juga melorot dari 7% menjadi 6,1%. "EPS kurang lebih tetap di sekitar Rp 661 dari Rp 664 secara year on year," kata Frederik. Alhasil, Frederik merekomendasikan hold terhadap saham MYOR.
Analis Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya mengatakan, pasar domestik memang masih menjadi penyumbang pendapatan terbesar MYOR. Penjualan domestik akan semakin tumbuh seiring pertumbuhan tingkat perekonomian Indonesia.
"Namun penguatan nilai tukar rupiah akan menekan pertumbuhan ekspor," kata Wiliam. Wiliam merekomendasikan buy saham Mayora dengan harga pasca stock split di Rp 2.100 per saham di akhir tahun.
"Biasanya saham sector consumer mencetak pertumbuhan tseiap tahun," kata Wiliam. Jennifer merekomendasikan hold atas saham MYOR dengan target harga sebelum stock split Rp 42.600 per saham.
😍
bisnis.com : Pertumbuhan penjualan PT Mayora Indah Tbk. cukup mengesankan meskipun mencatatkan penurunan margin. Kejutan lain yang terjadi adalah Mayora menurunkan belanja iklan dan promosi.Beban berkurang seiring dengan penurunan biaya iklan dan promosi menjadi Rp98,34 miliar.
Kondisi itu sangat jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, biaya iklan dan promosi pada 2015 mencapai Rp347,26 miliar. Dalam riset Mandiri Sekuritas pada medio Desember 2016, gross margin emiten berkode saham MYOR itu per kuartal III/2016 mencapai 24,9%, atau lebih rendah 4,1% secara tahunan dari posisi 29%.
Sementara itu, nilai penjualan Mayora Indah per kuartal III/2016 mencapai Rp13,31 triliun, meningkat 24,5% dari posisi Rp10,69 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Beban pokok penjualan MYOR per 30 September 2016 mencapai Rp9,78 triliun, tumbuh 28,17% secara tahunan dari posisi Rp7,63 triliun. Adapun laba kotor dan laba usaha masing-masing mencapai Rp3,53 triliun dan Rp1,65 triliun per September 2016, tumbuh 15,73% dan 33% secara tahunan.
Laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp897,84 miliar, tumbuh 3,18% secara year on year. MYOR mencatatkan kerugian selisih kurs senilai Rp185,32 miliar per 30 September 2016, sedangkan setahun sebelumnya emiten barangbarang konsumsi ini mencatatkan untung atas selisih kurs hingga Rp259,85 miliar.
Analis Mandiri Sekuritas Adrian Joezer menuturkan apabila pertumbuhan laba tidak memperhitungkan kerugian selisih kurs, maka laba MYOR berpotensi melonjak hingga 53% year on year menjadi Rp1,03 triliun. MARGIN KOTOR Adrian menilai pertumbuhan pendapatan yang cukup tinggi pun telah mengimbangi margin kotor Ma - yora Indah. Adapun penjualan MYOR di domestik mencapai Rp7,46 tri liun dan ekspor senilai Rp5,86 tri liun.
"Penurunan belanja iklan dan promosi ini sangat mengkhawatirkan bagi perusahaan fast growing," tulisnya dalam riset, Selasa (20/12). Pertumbuhan penjualan pada kuartal IV/2016 diprediksikan akan semakin kuat, terutama dalam ekspor. Apalagi ditambah dengan nilai tukar rupiah yang telah melemah 119 bps dari kuartal sebelumnya. Senior Market & Technical Analyst PT Daewoo Securities Indonesia Heldy Arifien menuturkan nilai tu kar rupiah akan relatif stabil pada se ki tar Rp13.200-Rp13.800 per dolar AS.
Kendati demikian, emiten consumer goods, sambungnya, masih akan berpotensi mencetak kinerja yang bagus karena pertumbuhan ekonomi yang telah mengalami pemulihan.(lihat grafis) Selain sektor konsumer, katanya, sektor perbankan dan infrastruktur juga menjadi andalan pada tahun depan. Menurutnya, emiten konsumer cukup stabil mencatatkan pertumbuhan setiap tahun.
Analis Panin Sekuritas Kristiadi memproyeksikan akan ada kenaikan harga pada tahun depan. Indeks kepercayaan konsumen pun akan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan emiten consumer goods. Panin Sekuritas memproyeksikan EPS pada 2017 MYOR akan mencapai 20,1%, sedangkan PBV mencapai 4,8, PER 2017 mencapai 27,6% dan ROE mencapai 22,3%.
Analis PT Daewoo Securities In donesia Dang Maulida menuturkan pemulihan per - tumbuhan ekonomi dan konsumsi swas ta menjadi gendang bagi perusahaan sektor konsumsi. Konsumsi swasta di Indo - nesia masih didominasi oleh makanan dan minuman hing ga 36,5%, transportasi dan ko - munikasi 24,7%, pakaian alas kaki dan pemeliharaan 4% dan lainnya. Selama masih ada ma nusia, maka konsumsi makanan dan minuman tetap berjalan.
Mayora Indah yang berusia sekitar 39 tahun ini pernah mencatatkan har ga saham paling tinggi di level Rp38.950 per saham, lalu aksi stock split dengan rasio 1:25 dilakukan un tuk meningkatkan likuiditas. Sejak melantai di Bursa Efek Indonesia, saham MYOR mencatatkan pertumbuhan hing ga 794% sebelum melakukan pe me - cahan saham selama 25 tahun, atau tumbuh sekitar 30% setiap tahun.
💃
Selagi daya beli masyarakat masih cukup tinggi, sektor konsumer masih akan stabil apapun kendalanya. Dwitya Putra
Jakarta – Perlambatan ekonomi global membawa efek negatif terhadap seluruh sektoral saham di pasar modal. Banyak sektoral saham di lantai bursa yang berguguran dan tercatat minus secara years on years (yoy).
Satu-satunya sektor saham yang masih bisa tercatat tumbuh secara yoy bila dilihat dari indeks kinerja sahamnya yakni hanya sektor konsumer.
Berdasarkan data yang diolah infobank, Kamis, 1 Oktober 2015, Indeks sektor konsumer sampai Agustus 2015 tercatat tumbuh 2,11% ke level 2,106.558. Saat ini total emiten sektor konsumer ada sekitar 37 dengan prosentase kapitalisasi pasar mencapai 22%.
Padahal Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Sampai periode Agustus 2015 years to date, tercatat minus 12,21% ke level 4,509,60 dan Indeks Liquid45 minus 11,32% ke level 770.81.
Apa yang membuat sektor ini masih bisa kuat dan tahan banting ditengah kondisi pelemahan ekonomi global?
Analis PT Asjaya Indosurya Securities, William Suryawijaya mengatakan kuatnya sektor konsumer di tengah perlambatan dan currency efek, karena barang konsumsi memiliki flexibilitas untuk mengikuti harga jual.Artinya, disaat harga barang produksi meningkat, seiring menguatnya nilai tukar dolar terhadap rupiah, harga jual barangpun akan mengikuti.
Ia sendiri tak menampik, perlambatan ekonomi global secara umum juga menyerempet sektor konsumer. Namun dampaknya tidak terlalu besar seperti sektor lainnya.
“Hal ini mengingat kebutuhan masyarakat masih cukup tinggi,” jelas William di Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2015.
Kondisi itu mendorong perusahaan-perusahaan atau emiten di sektor ini banyak juga yang mengalami perlambatan, namun tetap menghasilkan laba.
Contohnya saja PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood). Pada periode Juni 2015, emiten dengan kode saham INDF ini tercatat mengalami penurunan laba periode berjalan yang diatribusikan kepada entitas induk 25,3% menjadi Rp1,73 triliun dari sebelumnya diperiode sama Rp2,32 triliun.
Sementara PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) justru berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp2,93 triliun pada semester I 2015 atau naik tipis 2,9% dari periode sebelumnya sebesar Rp2,847 triliun.Kenaikan ini ditopang oleh penjualan perseroan yang mengalami kenaikan dari sebelumnya mencapai Rp17,58 triliun pada Juni 2014, menjadi Rp18,801 triliun di Juni 2015.
Head of research PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada mengatakan sektor konsumer sangat dipengaruhi daya beli masyarakat. Selagi daya beli masyarakat masih cukup tinggi, sektor ini masih akan stabil apapun kendalanya.
Ia melihat, dengan melemahnya nilai tukar rupiah, banyak perusahaan disektor ini putar otak mengatasi ongkos produksi yang meningkat. Artinya untuk meminimalisasi pembengkakan beban yang besar, perusahaan harus menaikan harga jual.Konsekuensinya jelas, jika kenaikan tidak dilakukan secara bertahap, daya beli pelanggan bisa menurun.”Jadi tinggal pintar-pintar si perusahaan atau emiten untuk mengatasinya,” kata Reza.
Ia sendiri menganggap kondisi perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini telah membuat daya beli masyarakat sedikit berkurang. Kekuatan beli masyarakat yang masih sangat besar hanya terdapat pada kelas menengah keatas. Sementara menengah kebawah mulai menghemat pengeluaran atau mengencangkan ikat pinggang, hal ini bisa dilihat di pusat pembelanjaan.
Untuk tahun depan, jika kondisi seperti ini masih tidak berubah, ia menilai sektor ini akan mulai terkena imbas lebih dalam.Untuk meningkatkan daya beli masyarakat, pemerintah harus bisa menjaga perekonomian tahun depan bisa lebih baik. Paling tidak nilai tukar rupiah harus distabilkan. Karena semakin melemah nilai tukar rupiah terhadap dolar, maka daya beli masyarakat juga akan ikut melemah.
Kedua analis tersebut diatas merekomendasikan, saham-saham sektor konsumer yang masih potensial kedepan yakni  Kalbe Farma (KLBF), Indofood Sukses Makmur (INDF), Unilever (UNVR), Gudang Garam (GGRM), Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) dan Mayora Indah (MYOR). @dwitya_putra14 (infobank news)
💘

No comments:

Post a Comment